Sekarang Terbalik, Orang-orang Teknis Ahli Konstruksi Sering Tidak Dapat Proyek
Posted in Berita Utama by Redaksi on September 26th, 2009
Medan (SIB)
Kalangan warga di Kota Medan mendesak Pj Walikota Medan H Rahudman Harahap untuk mencopot Kepala Dinas PU yang dinilai tidak becus mengurus ruas-ruas jalan di dalam maupun pinggiran kota yang kondisinya rusak dan berlobang. Karena pengerjaannya diduga asal jadi. Desakan itu didasari kekecewaan warga atas kondisi jalan seperti itu seperti tak pernah berakhir.
Demikian rangkuman pendapat warga yang ditemui di sejumlah kawasan di antaranya Ir Henry Situmorang salah satu tokoh pemuda yang tinggal di kawasan Medan Selayang, Tony Lumbangaol di Jalan Pelajar Timur Medan, Sane Pasaribu di Jalan Pelangi, Madya Bukit di Jalan Perjuangan Tanjung Sari, Sugianto di kawasan Krakatau, M Idris di kawasan Sei Sekambing dan Suwandi warga keturunan Tionghoa di kawasan Asia Medan yang bermukim di kawasan Medan Selayang ketika dimintai tanggapannya tentang kondisi jalan yang banyak rusak dan berlobang di kawasan tempat tinggalnya masing-masing.
Menurut warga itu, Kota Medan seperti sudah jadi langganan mendapatkan predikat banjir dan jalan-jalannya rusak. Warga bahkan sudah bosan mendengarkan alasan-alasan klise dari pejabat-pejabat di Pemko Medan yang mengatakan perbaikan jalan tergantung dari ketersediaan anggaran.
Selaku orang awam kebanyakan warga pun tidak tahu persis soal teknis dan politis kebijakan-kebijakan atau aturan main untuk menganggarkan perbaikan jalan antara pemerintah dan DPRD kota. Tapi secara kasat mata yang sederhana beberapa warga banyak yang menyaksikan langsung saat pengerjaan pengaspalan jalan dilakukan oleh pemborong yang terkesan asal jadi.
Tony, Madya Bukit dan Sugianto mengaku masih ingat banyak pengaspalan ruas-ruas jalan dikerjakan secara sporadis awal Desember tahun 2008 lalu. Tapi baru beberapa bulan berlangsung mulus tiba-tiba sudah kembali berlubang-lubang. Perbaikan jalan seperti itu kata mereka sering dilakukan Dinas terkait Pemko Medan hampir setiap tahun di penghujung tahun tapi lagi-lagi beberapa bulan kemudian rusak lagi.
“Kita sering melihat, walaupun jalan sedang becek dan ada genangan air tetap saja dimainkan aspalnya, itu pun aspalnya sangat tipis. Ya wajarlah beberapa bulan kemudian rusak. Kalau begini caranya berapa pun anggaran Pemko tidak akan cukup karena setiap tahun semua jalan kembali rusak,” kata Madya Bukit.
Beberapa warga lain mencurigai pengerjaan jalan di Dinas PU terkesan kejar waktu karena seringkali dilakukan menjelang akhir tahun. Selain itu mereka menduga tidak ada pengawasan ketat terhadap pemborong yang mengerjakan jalan itu. “Mungkin yang mengaspal jalan itu pemborong-pemborong kawan-kawan pejabat di Dinas terkait itu makanya walaupun kualitasnya jelek nggak pernah ditegur malah tetap juga dapat proyek. Kita minta sajalah dicopot Kadis terkait yang tidak becus memperbaiki jalan,” tambah Tony.
Sementara itu Ir Binsar Nainggolan Sp yang dikenal sebagai Sekum Gabpeknas (Gabungan Perusahaan Kontraktor Nasional) Sumut yang dimintai tanggapannya mengatakan, kondisi jalan yang banyak rusak di kota disebabkan banyak faktor. Salah satu faktor penentu katanya disebabkan dukungan drainase yang jelek. Drainase yang dimaksud Binsar adalah banyak lobang di sisi trotoarnya tidak berfungsi karena tumpat bahkan banyak pula badan jalan yang tidak dilengkapi lobang-lobang.
Sehingga lanjutnya, bila hujan turun banyak permukaan badan jalan yang digenangi air karena tidak mengalir ke parit di sisi jalan. “Kalau badan jalan digenangi, air akan merembes ke pori-pori hingga aspal dan kalau dibebani kendaraan itulah menyebabkan jalan rusak,” katanya.
Selain itu Binsar Nainggolan tidak menampik kalau banyak juga pemborong jalan tidak melakukan pengerjaan jalan sesuai spek atau bestek standard. “Kalau bicara masalah kualitas itu memang banyak faktor, kualitas menjadi kurang karena mungkin pemborong dibebani pungutan ataupun komisi-komisi untuk orang-orang tertentu supaya dapat proyek,” ujarnya.
Binsar mengaku, fenomena dewasa ini banyak pemborong dadakan yang bukan profesinya tapi bisa dengan mudah mendapatkan proyek konstruksi baik jalan, jembatan maupun drainase. Ia menduga hal ini bisa terjadi karena orang-orang itu mendapatkan fasilitas karena kedekatan dengan pejabat atau famili pejabat. “Jadi sekarang malah terbalik, orang-orang teknis yang profesinya memang ahli konstruksi seringkali tidak dapat pekerjaan,” katanya miris. (M-17/y)
No comments:
Post a Comment