Friday, August 7, 2009

Menguji Wibawa Rahudman


14:10 | Tuesday, 4 August 2009
Sumut Pos Online

SEMRAWUT: Ruas Jalan Gagak Hitam yang dipagari oleh oknum pengusaha, sementara ratusan bangunan yang berdiri di pinggir jalan tersebut dibangun tanpa surat izin menerbitkan bangunan (SIMB). Sekarang Rahudman yang bicara Gagak Hitam. Saya yang mencari solusinya,” tegas Pj Wali Kota Medan, Rahudman Harahap, di acara ‘Forum Sahabat’, belum lama ini.

ENAM tahun sudah silang-sengkarut bangunan di Jalan Gagak Hitam. Kini kondisinya lebih mengejutkan. Bukan cuma jalan, tapi kawasan yang diplot menjadi ring road atau jalan lingkar luar juga berdiri subur ratusan bangunan tanpa Surat Izin Mendirikan Bangunan (SIMB).

Berdasarkan rencana induk (master plan) Kota Medan 1995-2005, kawasan Gagak Hitam adalah kawasan pemukiman penduduk. Sepanjang 15 meter row land tidak boleh ada bangunan sesuai UU Nomor 38/2004 tentang Jalan Raya. Namun, faktanya alih fungsi pelanggaran master plan tak bisa dihindari.
Pada 1974 jalan itu sempat diplot untuk pembangunan jalan selebar 48 meter. Namun akibat kemampuan anggaran yang dimiliki Pemko Medan yang jadi hanya 33 meter saja.

Masalah lain adalah kawasan itu mulai diserobot pengembang atau pengusaha properti di Medan. Belakangan komplet sudah persoalan di kawasan yang dijadikan alternatif pengguna jalan untuk menghindari kemacetan ersebut.
Awalnya jalan alternatif itu sekadar memudahkan arus lalu-lintas atau jalan lingkar luar Kota Medan. Ini agar aksesnya tidak tertumpuk di inti Kota Medan. Penertiban bangunan di Jalan Gagak Hitam ini bermula di zaman Wali Kota Abdillah, kemudian Pj Wali Kota Medan, Afifuddin Lubis, yang mengambil langkah tegas dengan mencopot Kepala Dinas TRTB Kota Medan. Toh, hasilnya nihil.

Kini Kota Medan kembali memasuki babak baru di bawah pemerintahan Pj Wali Kota Rahudman Harahap. Kesan awal Rahudman optimistis bila silang-sengkarut masalah Jalan Gagak Hitam ini bisa dituntaskan dalam waktu dekat.
Saat ditemui di Asrama Haji, Senin (3/8), Rahudman menyatakan, saat ini tengah dilakukan pembahasan di instansi terkait. Pendataan dilaksanakan oleh Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB). Begitu pun solusinya membutuhkan kajian lanjutan. Setelah itu baru diterbitkan kebijakan atas ratusan bangunan tak berizin yang telanjur berdiri. “Saya serius mencermatinya, kemudian masalah ini harus tuntas dengan cepat,” tegas Rahudman dengan sorot mata yang tajam.

Kepala Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan (TRTB) Kota Medan, Qamarul Fattah, mengaku akan menginventarisir lebih dulu persoalan di kawasan Jalan Gagak Hitam. Begitu pun, dia mengakui, tak mungkin ada kebijakan yang bisa langsung diterapkan.

Setiap kebijakan yang menyangkut penertiban bangunan ilegal pasti membutuhkan diskusi intensif dengan Badan Koordinasi Penataan Ruang (BKPR) guna menghasilkan win-win solution di antara berbagai pihak.
“Memang harus dicari solusinya. Kalau langsung melaksanakan Perda 9/2002 tentang Retribusi SIMB ada risiko besar. Pemko dan para pemilik bangunan bisa saling menggugat secara pidana,” ujarnya. Sebab itu, menurut, Qamarul, Dinas TRTB akan mengembangkan kajian yang tidak merugikan pemilik bangunan, namun tanpa menabrak peraturan.

‘’Intinya sikap pemerintah sudah tegas. Dinas TRTB akan menertibkan bangunan tanpa izin milik siapa pun tanpa pandang bulu. Tapi khusus masalah alih-fungsi rumah toko di Jalan Gagak Hitam yang disulap menjadi rumah tinggal itu ya, tetap ada kebijakan. Ini namanya langkah alternatif. Pemko juga nggak mau merugikan masyarakat” ucapnya.

Oleh sebagian kalangan, langkah Dinas TRTB ini dinilai justru melemahkan institusi itu sendiri. Padahal pengembangan jalan lingkar luar ini sudah menghabiskan anggaran puluhan miliar yang diambil dari kas APBD Kota Medan. Lagi pula selaras Perda 9/2002 jelas disebutkan bangunan tanpa SIMB ini harus dibongkar tanpa terkecuali. Sikap lunak itu diyakini akan membuat pengusaha semakin tidak segam menyerobot trotoar milik negara untuk disulap menjadi kawasan komersial.

Wakil Ketua DPRD Medan Surianda Lubis mengaku heran atas kenyataan yang terjadi di kawasan Jalan Gagak Hitam. Pasalnya ratusan bangunan yang berdiri di situ nyata-nyata melanggar peraturan. Dinas TRTB juga terkesan takut melakukan penertiban atas bangunan yang didirikan dengan cara mengelabui hukum yang ada.

‘’Pejabat Pemko selalu bilang penegakan hukum jangan pandang bulu. Tapi di depan mata apa yang dilakukan mereka?‘’ kata Surianda. Sebetulnya, menurut Surianda, ada upaya lain yang bisa ditempuh untuk menuntaskan masalah Jalan Gagak Hitam tersebut.

Misalnya saja memanggil para pemilik bangunan dan menggelar rapat dengan muspida plus untuk mencari pemecahan yang bijak dan pas. Dia mengaku tidak tahu-menahu apa yang terjadi dibalik ketakutan pejabat Dinas TRTB mengeksekusi bangunan yang tidak mengantongi SIMB tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Sumut Pos, alih-fungsi sepihak kawasan Jalan Gagak Hitam amat banyak dipengaruhi oleh ‘tangan-tangan tak terlihat’. Mulai dari tingkat preman hingga perilaku backing-backing-an yang diotaki oleh oknum DPRD Medan sendiri. Penertiban kawasan Gagak Hitam adalah pekerjaan rumah (PR) yang cukuip berat yang harus dituntaskan Rahudman.
Surianda mengingatkan Rahudman diuji wibawanya dalam masalah ini. Dia menilai tidak tepat bila dari bibir Rahudman muncul lagi pernyataan bahwa silang-sengkarut masalah di Jalan Gagak Hitam ini sudah ada sejak zaman wali kota sebelumnya.

‘’Mau itu zaman dulu atau zaman sekarang ya, itu lah tugas Pj wali kota yang sekarang. Kapan selesai bila melihat ke belakang terus? Kan nggak mungkin wali kota yang dulu didudukkan kembali cuma menyelesaikan masalah di Jalan Gagak Hitam?’’ katanya. (ril)

No comments:

Post a Comment